KORANINVESTIGASI|Sebuah aksi penyegelan gerbang SMA Negeri 5 Bukittinggi, Senin (14/07/2025), menggambarkan kekecewaan mendalam para wali murid dan calon siswa terhadap proses Seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026.
Gerbang sekolah digembok secara simbolis sebagai bentuk protes damai terhadap sistem seleksi yang dianggap tidak adil dan tidak transparan.
“Kami tidak ingin merusak, kami hanya ingin didengar,” tegas salah satu wali murid saat aksi berlangsung.
SPMB Dinilai Tidak Transparan, Anak Berprestasi Tersisih

Menurut keterangan beberapa orang tua, banyak calon siswa berprestasi justru tidak lolos seleksi tanpa alasan yang jelas.
Hal ini memicu dugaan bahwa ada praktik tidak objektif dalam proses seleksi, terutama dalam jalur zonasi, afirmasi, dan prestasi yang selama ini dianggap masih menyisakan banyak polemik.
“Ada anak dengan nilai akademik tinggi dan piagam prestasi, tapi malah tidak diterima. Ini sangat menyakitkan,” ucap seorang ibu yang ikut menyegel pagar.
Tuntutan: Transparansi dan Evaluasi Proses SPMB
Dalam aksi damai tersebut, para orang tua menyuarakan beberapa tuntutan utama:
- Transparansi penuh terhadap hasil dan sistem seleksi SPMB.
- Evaluasi internal terhadap panitia penerimaan siswa baru.
- Intervensi Dinas Pendidikan Kota Bukittinggi dan inspeksi dari Ombudsman untuk memastikan proses yang adil.
- Prioritaskan putra-putri lokal berprestasi, bukan berdasarkan pertimbangan yang tak jelas dasarnya.
Sekolah dan Dinas Pendidikan Diminta Tidak Tutup Mata
Aksi penyegelan ini diharapkan menjadi alarm keras bagi pihak sekolah dan Dinas Pendidikan agar tidak mengabaikan aspirasi masyarakat.
Mereka meminta agar ada forum terbuka antara wali murid, sekolah, dan instansi terkait guna menyelesaikan persoalan secara bijak dan menyeluruh.
“Ini bukan hanya soal masuk sekolah. Ini soal masa depan anak-anak kami. Kami berhak tahu kenapa mereka ditolak,” ujar salah satu peserta aksi dengan mata berkaca-kaca.
Pendidikan Adil, Harapan Orang Tua
Pendidikan yang adil adalah hak setiap anak. Ketika prosesnya dirasa cacat dan merugikan, partisipasi publik menjadi wajar sebagai bentuk kontrol sosial.
Kini, masyarakat Bukittinggi menanti langkah konkret dari Kepala Sekolah SMA 5, Dinas Pendidikan Kota Bukittinggi, dan pemerintah daerah untuk menjawab keresahan ini secara terbuka dan bertanggung jawab.***
Respon (1)