KORANINVESTIGASI|Kehebohan terjadi di lantai V Kantor Bupati Inhil saat pertemuan masyarakat dengan PT Indogren Jaya Abadi (IGJA), terkait konflik lahan dan kerusakan kebun akibat hama kumbang.
Masyarakat yang hadir dibuat terkejut ketika mengetahui bahwa PT IGJA mengklaim telah menang di pengadilan, bahkan hingga tingkat Pengadilan Tinggi, dalam perkara Nomor 4/Pdt.G/2019/PN Tbh.
Masalahnya, pihak perusahaan mengklaim bahwa kerusakan kebun warga bukan akibat aktivitas perkebunan mereka, melainkan karena faktor lain.
Pernyataan ini didukung dengan dalih hasil tim ahli, yang menyatakan bahwa hama kumbang tersebut tidak berasal dari perkebunan sawit PT IGJA.
Namun yang lebih mengejutkan, saat data penggugat ditampilkan melalui proyektor, masyarakat yang hadir justru tidak mengenali nama-nama yang tercantum sebagai pihak penggugat.
“Itu bukan nama-nama kami! Mereka semua bukan bagian dari masyarakat yang berjuang selama ini!” teriak salah seorang warga dalam forum terbuka tersebut.
Masyarakat langsung berseru bahwa orang-orang yang menggugat atas nama masyarakat itu adalah ‘orang perusahaan sendiri’.
Dugaan kuat muncul bahwa PT IGJA memfasilitasi individu yang mengatasnamakan masyarakat, agar gugatan gugur di pengadilan dan perusahaan bisa mengklaim kemenangan secara legalitas.
Kuasa Hukum Masyarakat Angkat Suara
Pihak kuasa hukum masyarakat, dari Lau Firm Chairul Salim, M. Musa & Partners, menyatakan kekecewaan dan mempertanyakan dasar klaim perusahaan soal hama kumbang.
“Kami punya bukti dan hasil kajian bahwa kerusakan kebun warga terjadi karena aktivitas PT IGJA. Kalau sekarang perusahaan bilang sudah ada keputusan pengadilan yang menyatakan sebaliknya, kami pertanyakan siapa yang menggugat, dan kenapa bukan masyarakat korban yang selama ini kami dampingi?” ujar Chairul Salim.
Mereka juga menegaskan bahwa hingga kerugian masyarakat akibat kerusakan kebun dan konflik lahan diselesaikan, maka:
Aktivitas PT IGJA harus disegel sementara.
BPN (Badan Pertanahan Nasional) diminta tidak menerbitkan Hak Guna Usaha (HGU) baru kepada PT IGJA sampai semua persoalan terselesaikan.
Klaim Hama Bukan dari PT IGJA Dinilai Aneh

Perusahaan berdalih bahwa hama kumbang yang merusak kebun warga bukan berasal dari mereka, namun masyarakat mempertanyakan validitas klaim ini.
“Kami minta tim ahli itu dibuka ke publik. Lembaga mana? Siapa yang membayar? Apa kompetensinya? Kami juga punya ahli yang menyatakan hama berasal dari limbah perkebunan sawit,” kata seorang warga lain yang hadir.
Apa yang Sebenarnya Terjadi?
Kasus ini menyisakan banyak pertanyaan besar:
- Siapa yang benar-benar menggugat di pengadilan tahun 2019 itu?
- Mengapa masyarakat asli sebagai korban tidak tahu-menahu soal sidang?
- Apakah ini bagian dari upaya sistematis untuk membungkam perjuangan masyarakat lewat jalur hukum?
Yang jelas, masyarakat dan kuasa hukumnya merasa dirugikan, bahkan dikhianati oleh sistem peradilan jika terbukti gugatan yang sah digantikan oleh nama-nama fiktif atau tidak relevan.
Masyarakat Desak Tindakan Tegas
Kini, masyarakat meminta agar:
- Pemerintah daerah bersikap adil dan tidak berpihak.
- Proses hukum dibuka kembali dengan menghadirkan masyarakat yang benar-benar terdampak.
- PT IGJA diminta bertanggung jawab secara moril dan materil atas kerusakan yang terjadi.
Kasus PT IGJA ini menjadi cermin rapuhnya keadilan bagi masyarakat kecil ketika berhadapan dengan korporasi besar.
Dugaan bahwa perusahaan menggunakan ‘orang dalam’ untuk memalsukan gugatan demi kemenangan di meja hijau harus diusut tuntas. Kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum akan terus luntur jika kasus seperti ini dibiarkan.
Publik kini menanti: apakah aparat hukum dan pemerintah daerah akan benar-benar berdiri di tengah dan membela kepentingan rakyat? Atau justru memilih diam demi investasi?***
Respon (1)