KORANINVESTIGASI|Siapa sangka, di tengah hiruk-pikuk media sosial, sosok Tukang Tari dari Pacu Jalur kembali jadi perbincangan dunia!
Tren “Aura Farming” yang lagi ramai di TikTok, Instagram, hingga Facebook, bukan cuma bikin nama Pacu Jalur makin dikenal, tapi juga menyorot kembali salah satu elemen budaya paling ikonik: Tukang Tari—sang penggugah semangat di ujung jalur!
Dari Sungai Batang Kuantan ke Lini Masa Dunia
Ratusan video Tukang Tari dengan gerakan energik, ekspresi penuh semangat, dan aura karismatik kini membanjiri lini masa media sosial.
Dari Amerika Serikat, India, Kolombia, Turki, Inggris, hingga Prancis, semua ikut menyebarkan tren #AuraFarming.
Bahkan akun TikTok resmi Paris Saint-Germain (PSG)—ya, klub bola ternama Eropa itu—ikut memposting cuplikan Tukang Tari yang beraksi. Hasilnya? Jutaan penonton!
Bayangkan, sebuah budaya lokal dari Kuansing tampil megah di panggung dunia berkat satu sosok yang dulu mungkin dipandang sebelah mata: Tukang Tari.
Tukang Tari: Bukan Sekadar Penari, Tapi Simbol Spirit Pacu Jalur

BACA JUGA: Wow! H-3 Menuju Pacu Jalur Rayon III Pangean, 123 Jalur Siap Adu Kecepatan di Tepian Rajo!
Buat yang belum familiar, Tukang Tari adalah bagian dari tim dalam lomba perahu tradisional Pacu Jalur.
Tugasnya bukan mendayung, tapi menari di ujung perahu, menggelorakan semangat para pendayung dan penonton.
Dengan pakaian khas, gerakan dinamis, dan keberanian berdiri di perahu yang melaju kencang, Tukang Tari menjadi ikon visual sekaligus emosional dari Pacu Jalur.
“Tukang Tari itu seperti jiwa dari sebuah jalur. Tanpa mereka, Pacu Jalur hanya lomba biasa,” ujar netizen dalam salah satu komentar viral.
Namun, Di Balik Sorotan, Ada Krisis Identitas
Sayangnya, di balik kepopulerannya, peran Tukang Tari justru kian terpinggirkan dalam beberapa tahun terakhir.
Beberapa jalur bahkan tidak lagi memprioritaskan keberadaan Tukang Tari. Alasannya? “Tukang Tari bikin kalah,” “Ini olahraga, bukan pertunjukan,” “Kami ingin menang, bukan gaya.”
Hal ini mencerminkan pergeseran makna Pacu Jalur: dari pesta budaya rakyat jadi ajang sport semata.
Padahal, Pacu Jalur adalah warisan budaya tak benda, dan Tukang Tari adalah bagian tak terpisahkan darinya.
Tren Viral Ini Bisa Jadi Titik Balik!
Fenomena #AuraFarming harusnya jadi alarm kebudayaan—momentum untuk mengembalikan nilai-nilai luhur Pacu Jalur. Ini saatnya pemerintah daerah, panitia event, hingga pelaku pariwisata berbenah dan bergerak.
Apa yang bisa dilakukan?
- Wajibkan setiap jalur menyertakan Tukang Tari dari start hingga finish.
- Susun skema lomba yang menghargai aspek budaya, bukan hanya waktu tempuh.
- Beri poin tambahan atau penghargaan khusus bagi jalur yang menghadirkan atraksi seni terbaik.
- Sanksi ringan atau pengurangan poin bagi jalur yang mengabaikan elemen budaya.
Tukang Tari Adalah Daya Tarik Wisata Budaya
Dengan kemasan yang tepat, Tukang Tari bisa menjadi ikon promosi pariwisata Riau.
Wisatawan akan datang bukan hanya untuk menonton lomba, tapi juga menyaksikan tarian penuh adrenalin di atas air.
Sektor lain seperti perhotelan, UMKM, kuliner, hingga jasa transportasi pasti ikut terdongkrak.
Bayangkan jika tiap tahun ada kompetisi Tukang Tari Pacu Jalur, lengkap dengan festival budaya, pameran UMKM, hingga konser musik tradisi—bisa jadi event budaya terbesar se-Sumatera!***
Respon (3)