KORANINVESTIGASI|Harga pupuk dunia kembali menjadi sorotan tajam. Sejak awal tahun 2025, indeks harga pupuk global naik 15%, dipicu oleh lonjakan tajam pada dua komoditas utama: triple superphosphate (TSP) naik 43% dan diammonium phosphate (DAP) naik 23%.
Kenaikan ini bukan sekadar fluktuasi musiman, tapi cerminan dari krisis yang melibatkan banyak faktor—dari geopolitik, krisis energi, hingga pembatasan ekspor oleh negara produsen utama.
BACA JUGA: Harga Gabah Rp6.500/kg: Petani Diuntungkan? Belum Tentu
Geopolitik dan Ketatnya Pasokan Global
China, produsen pupuk nitrogen terbesar dunia, memangkas 90% ekspor sepanjang 2024 demi menjaga pasokan dalam negeri.
Di saat bersamaan, Uni Eropa memperketat tarif atas pupuk asal Rusia dan Belarus, memperparah ketatnya pasokan global.
Wilayah Timur Tengah—seperti Qatar, Iran, dan Arab Saudi, yang masuk dalam jajaran eksportir nitrogen global—terimbas konflik geopolitik, menyebabkan gangguan logistik dan memicu kenaikan harga gas alam, bahan baku utama pupuk nitrogen.
Fluktuasi Urea dan Tren Pasar
Harga urea sempat melemah 7,3% pada 22 Juli 2025, namun secara tahunan naik 32%. Data di pasar AS menunjukkan:
- DAP: US$810 per ton
- MAP: US$847 per ton
- Urea: US$658 per ton
- Potash: US$481 per ton
Negara seperti Brasil juga terus menambah impor, dengan volume mencapai 6,2 juta ton dalam semester pertama 2025. Persaingan global pun makin ketat.
Indonesia Lebih Terlindungi, Tapi Tak Kebal
Untungnya, Indonesia punya pelindung alami: mayoritas kebutuhan pupuk urea dan NPK diproduksi di dalam negeri oleh PT Pupuk Indonesia. Ini membuat harga pupuk domestik relatif lebih stabil dibanding negara pengimpor murni.
Namun, tantangan tetap ada:
- Sekitar 30% bahan baku pupuk (amonia, sulfur, fosfat) masih diimpor.
- Jika harga global bahan baku naik, biaya produksi dalam negeri pun terdorong.
- Harga pupuk nonsubsidi bisa naik tajam jika subsidi tak memadai.
Beban Subsidi Membengkak
Pemerintah telah menaikkan alokasi pupuk subsidi dari 4,7 juta ton menjadi 9,5 juta ton sejak 2024.
Perpres No. 6/2025 memperluas jenis pupuk subsidi ke SP-36 dan ZA. Kini, verifikasi data petani tak lagi melalui kepala daerah, melainkan langsung oleh Kementan.
Namun, langkah ini punya konsekuensi fiskal:
- Realisasi subsidi pupuk semester I 2025: Rp10,3 triliun
- Naik dari Rp6,31 triliun pada periode sama 2024
- Penyaluran pupuk bersubsidi: 3,7 juta ton (naik 18,3%)
Distribusinya meliputi:
- Urea: 1,8 juta ton
- NPK: 1,8 juta ton
- NPK Formula Khusus: 0,03 juta ton
- Organik: 0,1 juta ton
Implikasi ke Produktivitas dan Stok Beras
Bulog mengingatkan risiko yang mengintai: jika petani mengurangi dosis pupuk karena harga nonsubsidi mahal, produktivitas padi bisa menurun.
Ini berpotensi mengurangi serapan gabah nasional dan mengganggu stok beras medium.
Data Kementan menyebut:
Penurunan 10% dosis pupuk nitrogen bisa turunkan hasil panen 5–7%.
Outlook: Harga Masih Akan Tinggi
Proyeksi global menyebut harga pupuk akan tetap tinggi hingga 2026, meski ada tambahan kapasitas produksi di Asia Timur dan Timur Tengah.
Namun, jika konflik geopolitik meluas atau pembatasan ekspor China berlanjut, harga bisa tetap di level premium.
Catatan Akhir
Meski Indonesia punya buffer dari produksi domestik dan skema subsidi, ketergantungan pada bahan baku impor tetap jadi titik rawan.
Mengelola harga pupuk di tengah ketidakpastian global menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah, apalagi dengan musim tanam utama Oktober di depan mata.
Pilihan sulit mungkin harus diambil: menambah subsidi atau membatasi kuota. Yang pasti, menjaga produktivitas petani tetap jadi prioritas dalam menjaga ketahanan pangan nasional.***