KORANINVESTIGASI|Ada aroma tak sedap dari balik persiapan Pilkada 2024 di Kabupaten Bima. Bukan soal pencalonan atau logistik, tapi dugaan korupsi dalam pengelolaan dana hibah senilai Rp27,4 miliar yang digelontorkan dari APBD untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bima.
Kini, Kepolisian Resor Bima tengah menelusuri jejak anggaran jumbo ini—dan prosesnya bukan main rumit.
Dari Sekretariat KPU Hingga PPS di Desa
AKP Abdul Malik, Kasat Reskrim Polres Bima, menyampaikan bahwa penyelidikan sudah dimulai dan kini berada di tahap awal klarifikasi. Fokus utama saat ini adalah memeriksa dua pihak kunci di tubuh KPU Kabupaten Bima: Kepala Sekretariat dan Bendahara.
“Kami masih dalam proses permintaan keterangan dari pihak-pihak terkait. Baru dari dua kecamatan,” kata Abdul Malik dalam keterangannya dari Mataram, Senin (30/6/2025).
Namun, ini baru permulaan. Karena jika ditelusuri lebih jauh, akan ada 663 orang yang mesti dimintai keterangan, termasuk 90 orang PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) dari 18 kecamatan, dan 573 orang PPS (Panitia Pemungutan Suara) dari 191 desa.
Anggaran Jumbo, Tapi Ke Mana Larinya?
Dana hibah sebesar Rp27,4 miliar ini bukan angka kecil. Dana itu seharusnya digunakan untuk membiayai seluruh tahapan penting Pilkada 2024—mulai dari penyusunan keputusan, pemutakhiran data pemilih, honorarium badan adhoc, proses pencalonan, hingga distribusi logistik.
Namun, muncul dugaan bahwa dana tersebut tidak seluruhnya digunakan sesuai peruntukannya. Polisi kini mencium indikasi pengeluaran fiktif atau bahkan penyalahgunaan anggaran.
Tahap Penyelidikan Masih Panjang
Sejauh ini, polisi baru menyentuh 2 dari 18 kecamatan, artinya masih sangat awal untuk menarik kesimpulan apakah benar telah terjadi tindak pidana korupsi atau tidak. Namun, penyelidikan terus berjalan secara bertahap.
“Belum ada kesimpulan, karena kami masih di tahap penyelidikan,” ujar AKP Abdul Malik.
Dari sisi hukum, proses ini masih berada dalam wilayah pengumpulan informasi dan klarifikasi, belum masuk ke tahap penyidikan. Tapi, dengan jumlah saksi potensial mencapai ratusan, dan nilai dana yang besar, proses ini jelas bukan perkara sepele.
Pilkada, Transparansi, dan Harapan Publik

Kasus ini menjadi sorotan penting karena menyangkut kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu.
Di tengah upaya pemerintah dan masyarakat menjaga proses demokrasi yang bersih, dugaan penyalahgunaan dana justru berpotensi mencederai semangat tersebut.
Apalagi, dana hibah ini bersumber dari uang rakyat melalui APBD Kabupaten Bima. Maka wajar jika publik menuntut transparansi dan akuntabilitas, bukan hanya dari KPU, tapi juga dari pengawasan pihak kepolisian.
Rakyat Menanti Kejelasan
Saat ini, publik di Kabupaten Bima dan Indonesia pada umumnya menanti satu hal: kejelasan. Apakah ada penyelewengan dana Pilkada? Apakah aparat benar-benar akan menuntaskan penyelidikan ini secara transparan?
Dengan penyelidikan yang masih berlangsung dan proses klarifikasi yang masih panjang, kasus dugaan korupsi ini bisa menjadi ujian besar bagi integritas pelaksanaan Pemilu 2024 di daerah.***