KORANINVESTIGASI|Suasana reses masa sidang III DPRD Kota Bukittinggi kali ini terasa berbeda.
Tidak hanya mendengar keluhan warga, anggota DPRD hadir dengan sederet ide yang menyentuh langsung dua isu mendasar: pekerjaan dan pendidikan.
“Ini bukan sekadar formalitas reses. Kami ingin memastikan masukan dari masyarakat benar-benar terjawab dalam kebijakan daerah,” ujar salah seorang anggota DPRD dalam forum yang dihadiri perwakilan warga, guru, dan tokoh masyarakat.
Lulusan SMK Bukan Sekadar Penonton
Salah satu gagasan yang mengemuka adalah pemberdayaan tenaga kerja lokal, khususnya lulusan SMK/STM.
Menurut DPRD, para lulusan muda ini sering kali memiliki keterampilan teknis, tetapi minim akses kerja.
Contoh konkret langsung disampaikan: pemeliharaan kendaraan dinas pemerintah daerah.
Daripada seluruh pekerjaan ini diserahkan ke pihak ketiga, DPRD menilai Pemko Bukittinggi bisa mengelola sendiri dengan menggandeng lulusan SMK.
“Efisiensi anggaran dapat diarahkan sekaligus untuk menciptakan lapangan kerja lokal. Pemerintah daerah bisa mengelola langsung kegiatan teknis rutin dengan memberdayakan tenaga lokal yang kompeten,” terang DPRD.
Dengan model ini, dua tujuan tercapai sekaligus: mengurangi pengangguran dan memaksimalkan anggaran daerah.
Sekolah Negeri dan Swasta, Anak Harus Sama Rasa

Di forum ini, DPRD juga menyoroti ketimpangan akses pendidikan. Mereka menegaskan bahwa anak-anak yang bersekolah di swasta harus mendapat dukungan yang sama dengan mereka yang di negeri.
DPRD mengingatkan ada kebijakan yang pernah dilakukan: pemberian bantuan pembayaran uang komite sekolah bagi siswa kurang mampu, tanpa memandang status sekolahnya.
Kebijakan semacam ini, menurut mereka, harus diperkuat demi menjaga semangat wajib belajar 12 tahun.
“Tidak boleh ada anak di Bukittinggi yang merasa pilihannya sekolah swasta berarti ditinggalkan negara,” tegas anggota dewan dalam diskusi.
Ijazah Tertahan, Masa Depan Anak Tertunda
DPRD juga membawa persoalan sensitif yang sering luput dari sorotan: ijazah siswa yang tertahan karena tunggakan biaya sekolah.
Masalah ini membuat lulusan terhambat melamar pekerjaan atau melanjutkan studi.
Solusi yang mereka tawarkan bukan sekadar wacana, tetapi imbauan tegas agar sekolah memberi kelonggaran administratif.
“Jangan sampai anak kehilangan kesempatan hidupnya hanya karena selembar kertas,” ujar salah seorang anggota DPRD.
Arah Baru Kebijakan Bukittinggi
Dari forum reses ini, DPRD Bukittinggi jelas mengirim pesan: kebijakan harus dekat ke warga.
Masukan mereka bukan hanya kritik, tetapi peta jalan untuk pemerintah kota dalam menata kebijakan ketenagakerjaan dan pendidikan agar lebih inklusif dan responsif.
Ke depan, jika masukan ini dijalankan, warga Bukittinggi bisa berharap pada satu hal: setiap anak dapat sekolah dengan layak, dan setiap lulusan punya kesempatan bekerja di tanah kelahirannya sendiri.***