KORANINVESTIGASI|Satgas Pangan Polri kembali menorehkan temuan serius dalam upaya menjaga kualitas dan keadilan dalam distribusi bahan pokok nasional.
Dalam konferensi pers yang digelar Kamis (24/7), Ketua Satgas Pangan Polri Brigjen Helfi Assegaf mengungkap praktik pengoplosan beras oleh tiga perusahaan besar yang memproduksi merek-merek ternama.
Praktik curang ini dinilai merugikan konsumen, petani, dan bahkan negara secara luas.
Tiga Perusahaan Diduga Lakukan Pelanggaran Mutu dan Takaran
Satgas Pangan menyebut tiga perusahaan yang diduga melakukan pengoplosan beras, yaitu:
- PT Food Station – Produsen merek Setra Ramos Merah, Setra Ramos Biru, dan Setra Pulen.
- Toko SY (Sumber Rejeki) – Produsen beras merek Jelita.
- PT Padi Indonesia Maju Wilmar – Produsen merek beras Sania.
Beras-beras ini dijual dengan label “premium”, namun setelah dilakukan pengujian laboratorium oleh Balai Besar Pengujian Standar Konsumen Pasca Panen Pertanian, kelima merek tersebut dinyatakan tidak memenuhi standar mutu beras premium yang telah ditetapkan.
Modus: Oplosan Medium Jadi Premium

BACA JUGA: Skandal Beras Oplosan oleh Mafia Pangan, Rakyat Tekor Rp99 Triliun per Tahun! Siapa Dalangnya?
Berdasarkan hasil penyidikan awal, kelima merek tersebut ternyata melakukan praktik pengoplosan antara beras kualitas medium dan premium, namun tetap dijual dengan harga premium di pasaran.
Hal ini dinilai sebagai bentuk pelanggaran mutu dan takaran yang merugikan konsumen.
Ketua Satgas Brigjen Helfi menyatakan bahwa penanganan kasus ini telah dinaikkan ke tahap penyidikan, karena ditemukan adanya unsur tindak pidana.
“Dari hasil gelar perkara, kami resmi meningkatkan status penyelidikan menjadi penyidikan karena temuan ini mengandung unsur peristiwa pidana,” tegas Brigjen Helfi.
Investigasi Kementan: 85 Persen Beras Tak Sesuai Mutu
Kasus ini memperkuat temuan sebelumnya dari Kementerian Pertanian (Kementan). Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebut bahwa pihaknya telah melakukan uji kualitas terhadap 268 merek beras dari 10 provinsi sentra produksi utama.
Hasilnya mencengangkan: sekitar 85 persen dari sampel beras tersebut tidak memenuhi standar mutu.
Amran menyebut setidaknya ada 212 merek yang diduga merupakan hasil pengoplosan beras medium ke dalam kemasan premium. Hal ini terjadi di tengah kondisi produksi dan stok nasional yang sebenarnya melimpah.
Ironisnya, harga di tingkat petani justru turun, sedangkan harga di konsumen tetap tinggi.
“Praktik seperti ini jelas merugikan. Tidak ada alasan harga beras naik jika produksi melimpah. Kami tidak akan mentolerir perilaku curang yang hanya mementingkan keuntungan sepihak,” tegas Amran.
Presiden Prabowo: “Usut Tanpa Pandang Bulu!”
Menanggapi temuan tersebut, Presiden Prabowo Subianto menyatakan keprihatinannya dan mengaku geram atas praktik pengoplosan beras ini.
Dalam pidatonya, Prabowo menegaskan bahwa ia telah memerintahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin untuk segera menindak tegas para pelaku.
“Ini pelanggaran berat. Beras biasa dibilang premium dan dijual dengan harga tinggi. Negara bisa rugi ratusan triliun tiap tahunnya. Saya sudah minta Kapolri dan Jaksa Agung tindak pengusaha-pengusaha ini tanpa pandang bulu,” tegas Prabowo.
Belum Ada Klarifikasi dari Pihak Perusahaan
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari ketiga perusahaan yang disebut dalam kasus ini.
Namun publik menanti jawaban dari para produsen tersebut, mengingat reputasi merek-merek beras yang mereka hasilkan selama ini tergolong populer di kalangan masyarakat.
Kasus ini menjadi cermin bahwa pengawasan mutu pangan harus dilakukan secara ketat dan menyeluruh.
Di saat negara tengah fokus membangun ketahanan pangan, praktik-praktik curang seperti pengoplosan beras justru mencederai kepercayaan publik dan merugikan jutaan rakyat kecil.***