KORANINVESTIGASI|Polemik pengoplosan beras kembali menjadi sorotan publik. Bukan hanya karena praktiknya yang merugikan konsumen, tetapi juga karena potensi kerugian ekonomi yang sangat besar.
Berdasarkan temuan berbagai lembaga pemerintah, total potensi kerugian akibat pengoplosan dan penyimpangan distribusi beras ditaksir mencapai Rp99 triliun.
Kementerian Pertanian, Badan Pangan Nasional, Satgas Pangan, dan sejumlah instansi terkait masih terus melakukan investigasi terhadap beras-beras bermasalah di berbagai daerah.
Temuan awal menunjukkan bahwa banyak produk beras premium yang tidak sesuai label, menjual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), hingga berkurangnya berat kemasan.
BACA JUGA: Skandal Beras Oplosan oleh Mafia Pangan, Rakyat Tekor Rp99 Triliun per Tahun! Siapa Dalangnya?
Fakta Mengejutkan dari Hasil Uji Laboratorium
Hasil uji laboratorium yang dilakukan secara acak terhadap beras premium di pasaran memunculkan data yang mengejutkan:
- 85,56% beras tidak sesuai standar mutu
- 21,66% tidak sesuai berat kemasan
- 59,78% dijual melebihi HET
Temuan ini membuktikan bahwa praktik curang tidak hanya terjadi dalam pengemasan, tetapi juga dalam penetapan harga jual, yang pada akhirnya merugikan konsumen.
“Kami menemukan banyak pelanggaran yang masif, dari mutu hingga labelisasi. Ini bukan semata kasus oknum, tapi sudah masuk ke ranah kejahatan sistemik yang perlu ditindak tegas,” ujar seorang pejabat dari Badan Pangan Nasional.
Berbeda Wilayah, Berbeda Harga
Perbedaan HET untuk beras medium dan premium diatur oleh Peraturan Badan Pangan Nasional No. 5 Tahun 2024, yang menyesuaikan dengan kondisi geografis dan logistik setiap wilayah. Berikut adalah rincian HET di masing-masing zona:
- Zona 1 (Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Bali, NTB, Sulawesi)
Beras Premium: Rp14.900/kg
Beras Medium: Rp12.500/kg - Zona 2 (Sumatra lainnya, NTT, Kalimantan)
Beras Premium: Rp15.400/kg
Beras Medium: Rp13.100/kg - Zona 3(Maluku dan Papua)
Beras Premium: Rp15.800/kg
Beras Medium: Rp13.500/kg
Secara nasional, HET ini ditetapkan untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan beras, agar masyarakat tidak menjadi korban permainan harga oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Potensi Kerugian dan Bahaya Bagi Konsumen
Dengan angka pelanggaran yang begitu tinggi dan potensi kerugian mencapai Rp99 triliun, masyarakat menjadi pihak paling terdampak.
Mereka tidak hanya dirugikan secara ekonomi karena membayar lebih untuk kualitas beras yang lebih rendah, tetapi juga berisiko mengonsumsi produk yang tidak layak.
“Ini bukan cuma soal harga, tapi soal kepercayaan. Bila praktik ini dibiarkan, dampaknya bukan hanya pada ekonomi rumah tangga, tapi juga ketahanan pangan nasional,” ujar seorang pengamat pertanian dari IPB.
Langkah Pemerintah: Sidak dan Penegakan Hukum
Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Satgas Pangan diketahui telah melakukan inspeksi mendadak (sidak) di 62 lokasi pada pertengahan Juli 2025.
Hasilnya, banyak ditemukan beras oplosan yang dijual dengan merek premium, namun kualitas dan beratnya tidak sesuai.
Selain itu, langkah hukum terhadap pengoplos dan distributor curang juga sedang diproses. Pemerintah menegaskan tidak akan ragu untuk mencabut izin usaha dan melakukan pidana kepada pihak-pihak yang terbukti bersalah.
Waspada dan Edukasi Publik Diperlukan
Skandal beras oplosan ini menjadi alarm keras bagi seluruh stakeholder pangan di Indonesia. Pengawasan perlu diperketat, namun masyarakat juga harus lebih kritis dalam memilih produk.
Untuk menghindari menjadi korban:
- Periksa kemasan dengan teliti, cek label, berat, dan tanggal kemasan.
- Bandingkan harga pasar dengan HET resmi di wilayah masing-masing.
- Laporkan ke Satgas Pangan atau dinas terkait jika menemukan dugaan beras oplosan atau dijual di atas HET.
Kepastian mutu dan harga pangan adalah hak setiap warga negara. Dan untuk mewujudkannya, dibutuhkan sinergi antara pengawas, pedagang yang jujur, dan konsumen yang sadar.***