Daerah

Pak De Zainal: Si Rajalesa dari Pesisir Inhil, Penjaga Mangrove dan Penanam Harapan

×

Pak De Zainal: Si Rajalesa dari Pesisir Inhil, Penjaga Mangrove dan Penanam Harapan

Sebarkan artikel ini
WhatsApp Image 2025 07 22 at 15.05.51 f8284239
Zainal Arifin Hussein, Rajalesa — singkatan dari Rajawali Penjaga dan Pelestari Alam dari Pesisir Inhil Riau

KORANINVESTIGASI|Di pesisir sunyi yang hanya ditemani angin laut dan deru ombak kecil, sosok pria paruh baya melangkah perlahan di atas lumpur.

Tangannya menggenggam bibit mangrove. Bukan senjata. Bukan mikrofon. Tapi secuil harapan yang ia tanam satu per satu, dengan kesabaran luar biasa.

Namanya Zainal Arifin Hussein, tapi kami lebih sering memanggilnya Pak De. Bagi sebagian orang, beliau hanyalah dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indragiri.

Tapi bagi pesisir Inhil, Pak De adalah lebih dari itu. Ia adalah Rajalesa — singkatan dari Rajawali Penjaga dan Pelestari Alam.

Sebuah nama yang lahir bukan dari simbolisme kosong, tapi dari aksi nyata, dari jejak kaki yang menembus lumpur, dan dari hati yang tidak tega melihat laut kehilangan sahabatnya: hutan mangrove.

BACA JUGA: Karupuak Kuah, Jajanan Legendaris yang Tak Lekang di Jam Gadang Bukittinggi

Rajalesa: Sosok Biasa, Aksi Luar Biasa

Rajalesa bukan superhero dari film. Ia tidak terbang, tidak viral, tidak penuh selebrasi.

Ia hanya manusia biasa yang marah ketika laut dipenuhi sampah, dan sedih saat hutan mangrove ditebang habis.

Tapi dari kesedihan itu, tumbuh cinta. Cinta pada bumi, pada kampung halamannya, dan pada generasi yang akan datang.

Dan cinta itu, ia wujudkan dengan turun langsung ke lapangan. Ia tidak duduk manis di ruang seminar atau cuma menulis status panjang di media sosial.

Ia justru mengajak siapa pun—mahasiswa, warga, hingga anak-anak muda—untuk ikut ke lumpur, menanam pohon, menanam harapan.

Dari Dosen Ekonomi ke Penjaga Ekologi

Uniknya, Pak De bukan lulusan kehutanan atau lingkungan. Ia dosen ekonomi. Tapi justru dari ilmu itu, ia paham bahwa ekonomi tidak akan pernah bisa dipisahkan dari ekologi.

Bahwa laut yang rusak akan memiskinkan nelayan. Bahwa mangrove yang hilang akan memusnahkan masa depan.

Melalui komunitas kecilnya, Pak De terus menyebar semangat. Bagi beliau, mangrove bukan cuma soal lingkungan, tapi juga identitas budaya pesisir—tentang nyanyian nelayan, perahu kayu, dan kisah tua yang masih hidup dalam gelombang.

“Saya ingin anak-anak pesisir tumbuh dengan alam, bukan tenggelam dalam gadget dan ilusi,” begitu kira-kira filosofi diam-diam yang ia bawa dalam langkah-langkah kecilnya di lumpur.

Satu Pohon, Seribu Janji

Setiap satu bibit mangrove yang tumbuh, bagi Pak De, adalah janji. Janji bahwa pesisir ini tidak akan dibiarkan sendiri menghadapi abrasi dan erosi.

Bahwa masih ada manusia yang mendengar suara lumpur yang lelah. Bahwa alam tidak dilupakan.

Pak De tak mengharapkan panggung. Ia tidak butuh pujian. Yang ia harapkan hanya satu: kesadaran. Bahwa menyelamatkan alam adalah bentuk tertinggi dari mencintai kampung halaman.

Kita Semua Bisa Jadi Rajalesa

Yang paling menggetarkan adalah kalimat ini:

“Pak De bukan satu-satunya Rajalesa. Kita semua bisa jadi Rajalesa.”

Kamu tidak harus jadi dosen. Tidak harus tinggal di pesisir. Cukup punya keberanian untuk peduli. Cukup punya tekad untuk menanam, menjaga, dan tidak abai.

Karena alam tidak menunggu kita berubah. Ia terus rusak, terus menjerit. Dan kalau bukan kita yang dengar, siapa lagi?

BACA JUGA: Palai Rinuak Dapur Cikgu: Menjaga Cita Rasa Tradisi dari Balik Dapur Keluarga Guru

Jejak di Lumpur, Jejak di Hati

Jika suatu hari kamu berdiri di tepi laut Inhil dan melihat deretan pohon mangrove yang tumbuh kokoh, cobalah menunduk.

Mungkin di sana ada jejak kaki Pak De Zainal, atau mungkin, nanti… jejak hatimu sendiri.

Karena di dunia yang sedang panas, bising, dan kehilangan arah ini, kita tak butuh lebih banyak influencer.

Kita butuh lebih banyak penjaga. Penjaga seperti Rajalesa, yang menyelamatkan bumi bukan karena disuruh, tapi karena mendengar langsung bisikan lumpur:

“Selamatkan aku, sebelum semuanya hilang.”***

Respon (2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *