Berita

Menyoal Parkir Liar di Bukittinggi Sumbar Usai Jam Kerja: Siapa Bertanggung Jawab Saat Dishub Lepas Tangan?

×

Menyoal Parkir Liar di Bukittinggi Sumbar Usai Jam Kerja: Siapa Bertanggung Jawab Saat Dishub Lepas Tangan?

Sebarkan artikel ini
download 53 1
Ilustrasi Parkir Liar. Foto DOK IST

KORANINVESTIGASI|Masalah tarif parkir liar di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat (Sumbar), kembali mencuat ke permukaan.

Bukan hanya karena pungutan liar (pungli) yang makin marak, tapi juga karena kekaburan tanggung jawab antara Dinas Perhubungan (Dishub), pengelola, dan kelompok masyarakat yang mengklaim “mengelola” lahan parkir secara tidak resmi.

Dishub Kota Bukittinggi, melalui Kasi TPC Parkir Busrial, menegaskan bahwa tugas mereka hanya sampai pukul 16.00 WIB. Di luar itu, menurutnya, bukan lagi wewenang Dishub.

BACA JUGA: Breaking News! SMA Negeri 5 Bukittinggi Disegel: Wali Murid Protes Dugaan Ketidakadilan SPMB 2025

Namun, pernyataan itu justru menimbulkan pertanyaan tajam dari masyarakat:

“Kalau Dishub tidak lagi bertanggung jawab di luar jam kerja, siapa yang mengawasi pungli dan parkir liar setelah pukul 4 sore?”

Parkir Malam Hari: Dikuasai, Tapi Tak Dikelola

download 52
ilustrasi parkir

BACA JUGA: Karupuak Kuah, Jajanan Legendaris yang Tak Lekang di Jam Gadang Bukittinggi

Faktanya, di lapangan pengelolaan parkir malam hari justru lebih liar.

Banyak lokasi yang dikuasai oleh pihak-pihak yang mengaku sebagai “pemuda setempat”, atau “pengelola wilayah”, tanpa identitas resmi, tanpa karcis, dan tentu tanpa tarif yang sesuai Perda.

Tarif parkir bisa naik dua hingga tiga kali lipat dari ketentuan resmi. Tidak jarang, pengendara mendapat perlakuan kasar jika menolak membayar tarif yang diminta.

“Sudah berkali-kali saya ingatkan, jangan ambil tarif di luar aturan. Tapi tetap begitu juga. Karcis enggak jelas, uang diminta seenaknya,” ujar seorang pengemudi asal Padang yang mengaku sering mengalami hal tersebut ketika berkunjung ke Bukittinggi.

Dishub Imbau Gunakan Gedung Parkir Resmi: Tarif Jelas, Aman, dan Transparan

Sebagai bagian dari upaya mengatasi parkir liar, Dishub Kota Bukittinggi mengimbau masyarakat dan pengunjung kota untuk memanfaatkan fasilitas gedung parkir resmi yang telah disediakan.

  • Gedung parkir lima lantai di depan Gedung DPRD Kota Bukittinggi
  • Kawasan parkir dekat Bioskop Gloria, Pasar Atas
  • Basement Pasar Atas
  • Kawasan Eks Bioskop Sovia
  • Gedung Parkir di kawasan Pasar Bawah

Kedua fasilitas tersebut telah dilengkapi dengan sistem pembayaran menggunakan mesin parkir elektronik, sehingga tarif parkir lebih jelas, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Dishub berharap masyarakat beralih ke lokasi-lokasi parkir resmi tersebut agar dapat menikmati kenyamanan parkir yang aman, tertib, dan sesuai regulasi.

Lepas Tangan Setelah Jam 16.00: Benarkah Bisa Dibenarkan?

Pernyataan dari Dishub bahwa mereka tak lagi berwenang di luar jam kerja, seolah-olah menjadikan kekacauan malam hari sebagai urusan “bebas”.

Tapi benarkah urusan publik seperti parkir bisa dilepaskan begitu saja?

“Parkir bukan hanya soal kendaraan berhenti. Ini soal ketertiban, keamanan, dan hak publik. Ketika uang ditarik tanpa karcis, ketika warga merasa terintimidasi, maka yang dipertaruhkan adalah kredibilitas kota itu sendiri,” ujar salah seorang tokoh masyarakat yang minta disembunyikan identitasnya.

Bukan Sekadar “Oknum” – Sistem Harus Bertanggung Jawab

Pantauan wartawan, masalah ini sudah terlalu lama dibiarkan dan terlalu sering dianggap “urusan kecil”.

Padahal praktik liar ini sudah merusak citra Bukittinggi sebagai kota wisata, dan lebih jauh, menimbulkan rasa tidak aman di ruang publik.

Saat Dishub menyatakan tak lagi mengawasi, Satpol PP dan aparat keamanan kota pun harus bertindak. Tidak bisa lagi berlindung di balik alasan keterbatasan jam kerja atau jumlah personel.

Publik bukannya tidak mengerti. Tapi ketika pengaduan tak ditindaklanjuti, ketika pelaku yang sama terus beraksi, dan ketika dishub seolah cuci tangan setelah jam 16.00, maka wajar jika warga mulai bertanya:

“Ada apa sebenarnya di balik praktik parkir liar ini? Kenapa tidak pernah bisa ditertibkan?”

Bukittinggi Bisa Lebih Baik – Tapi Harus Mau Tegas

Sebagai kota wisata yang dikenal luas, Bukittinggi seharusnya menjadi simbol keteraturan dan kenyamanan.

Tapi jika praktik seperti ini terus tumbuh subur—tanpa pengawasan, tanpa sanksi, dan tanpa tanggung jawab—maka yang akan dikenal orang adalah kota yang nyaman untuk pungli, bukan untuk wisata.

Karena sekali kota ini dikenal sebagai tempat di mana pungli dilegalkan diam-diam, maka kepercayaan publik sulit pulih kembali.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *