KORANINVESTIGASI|Peringatan HUT RI ke-80 di Kecamatan Sitiung, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, tercoreng dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan melalui surat edaran resmi panitia kecamatan.
Ironisnya, surat tersebut bertembusan langsung kepada Bupati Dharmasraya.
Surat edaran itu awalnya menyebut “sumbangan sukarela” untuk membiayai perayaan HUT RI.
Namun di lapangan, warga menyebut pungutan ini terasa wajib, bahkan menyasar anak-anak sekolah dasar (SD).
Nominal “Sukarela” Tapi Wajib
Dalam edaran yang beredar di WhatsApp instansi dan sekolah, tertera daftar tarif pungutan dari berbagai elemen:
- ASN dan Aparat (TNI, Polri) – berdasarkan golongan
- PPPK dan THL
- Lembaga pendidikan: SLTA, SLTP, SD, TK/PAUD
Yang paling disorot: siswa SD diminta Rp5.000 per anak.
“Tadi anak saya minta uang Rp5.000 untuk perayaan HUT RI katanya. Saya kasih, karena sebelumnya ada pemberitahuan dari sekolah,” ujar Rosi (37), wali murid di Sitiung.
Ia mengaku khawatir anaknya mendapat perlakuan berbeda jika tidak membayar.
ASN Ikut ‘Dipalak’
Tak hanya warga, ASN juga merasa terbebani.
“Katanya sukarela, tapi sudah ada tarifnya lengkap dengan golongan. Bahkan ada batas waktu setor. Kalau begini namanya bukan sukarela, tapi instruksi terselubung,” ungkap seorang pegawai golongan III yang enggan disebutkan namanya.
Kritik Mengalir ke Pemerintah Daerah
Praktik pungutan ini makin disorot karena surat edaran panitia mencantumkan tembusan ke Bupati Dharmasraya.
Aktivis antikorupsi lokal, Dedi Mariyawan (55), menegaskan:
“Bahkan anak SD pun kena pungutan. Ini tidak etis dan menunjukkan kegagalan pemerintah daerah dalam mengelola anggaran. Perayaan nasional jangan jadi ajang memeras rakyat.”
Potensi Pelanggaran Hukum
Praktik ini berpotensi melanggar aturan karena:
Menggunakan istilah “sumbangan sukarela” tetapi berkonsekuensi wajib.
Tidak jelas dasar hukum dan pertanggungjawaban keuangan.
Banyak pihak mendesak agar:
- Surat edaran dicabut
- Uang yang dipungut dikembalikan
Belum Ada Klarifikasi
Hingga berita ini diturunkan, pihak Kecamatan Sitiung maupun Bupati Dharmasraya belum memberi keterangan resmi.
Namun tekanan publik terus menguat agar dugaan pungli ini diselidiki tuntas.
Jika tidak, HUT RI ke-80 akan dikenang bukan sebagai perayaan kemerdekaan, tapi simbol pemerasan terselubung.***