Bukittinggi – Suara rakyat kembali menggema dari jantung Kota Bukittinggi. Sabtu, 30 Agustus 2025, komunitas ojek online (Ojol) bersama mahasiswa bersatu dalam aksi damai. Bukan sekadar protes jalanan, gerakan ini disebut sebagai simbol kebangkitan solidaritas rakyat yang selama ini sering dipinggirkan.
Dr (c). Riyan Permana Putra, SH, MH—advokat yang pernah menjadi penasehat hukum organisasi Ojol di Bukittinggi—menegaskan bahwa apa yang terjadi hari ini adalah kelanjutan dari sejarah panjang perlawanan rakyat.
“Bastille di Prancis runtuh karena tirani. Sumpah Pemuda 1928 lahir karena bangsa ingin merdeka. Dan aksi Bukittinggi hari ini muncul karena rakyat ingin didengar. Esensinya sama: aspirasi rakyat tidak boleh diabaikan,” tegas Riyan.
Refleksi Sejarah untuk Masa Kini
Riyan mengingatkan, gerakan rakyat selalu menjadi penentu arah sejarah. Penyerbuan Bastille menumbangkan rezim lalim di Eropa, sementara Sumpah Pemuda menyatukan bangsa yang hampir tercerai.
“Persatuan adalah kekuatan. Ojol dan mahasiswa di Bukittinggi meski berbeda profesi, berbeda latar, tetapi kini mereka bersatu demi menegakkan keadilan sosial,” ujarnya.
Mengutip Tan Malaka, ia menekankan bahwa kedaulatan rakyat hanya hidup bila massa bergerak. “Rakyat yang bersatu adalah kekuatan yang tidak bisa diabaikan oleh siapapun,” katanya lantang.
Tuntutan yang Menjadi Suara Bersama
Dalam aksi ini, Ojol dan mahasiswa menyuarakan sembilan tuntutan:
Mengecam tindakan represif aparat terhadap rakyat dan pers.
Mendesak evaluasi menyeluruh SOP pengamanan massa.
Meminta polisi menyampaikan permintaan maaf terbuka atas tindakan brutal.
Menuntut pengusutan tuntas kasus (AK) dan pemberhentian tidak hormat pelaku.
Menolak tilang ilegal, penyalahgunaan wewenang, dan menegaskan polisi sebagai pengaman masyarakat, bukan penindas.
“Perjuangan Ojol hari ini melampaui soal tarif atau kesejahteraan. Ini adalah simbol perlawanan rakyat kecil yang menuntut keadilan,” tegas Riyan.
Damai, Tegas, Bermartabat
Riyan juga mengingatkan agar aksi berjalan damai dan tertib. “Sejarah mengajarkan, revolusi yang lahir dari amarah bisa melahirkan kekacauan. Karena itu, jalankan aksi dengan bijak, penuh persaudaraan. Ojol adalah satu aspal, satu perjuangan. Mahasiswa adalah nurani rakyat. Bersatu, keduanya adalah kekuatan moral yang luar biasa,” ucapnya.
Ketukan Nurani dari Bukittinggi
Lewat media, Riyan menutup dengan orasi yang membakar semangat:
> “Hari ini kita tidak membawa senjata, kita membawa aspirasi. Kita tidak hendak menghancurkan gedung, kita mengetuk nurani. Rakyat tidak bisa dibiarkan diam bila haknya diinjak. Kedaulatan ada di tangan rakyat, dan rakyatlah penulis sejarahnya.”
Aksi Bukittinggi pun bukan sekadar catatan lokal. Ia bisa menjadi simbol baru persatuan, di mana Ojol dan mahasiswa berdiri sejajar—menjadi suara rakyat yang menolak dibungkam.(***)