KORANINVESTIGASI|Kebijakan baru terkait larangan penyebutan nama sponsorship dalam ajang Pacu Jalur menuai sorotan.
Peraturan Bupati (Perbup) yang menghapus praktik penyebutan sponsor di lomba budaya khas Kabupaten Kuantan Singingi itu dinilai bisa berdampak negatif terhadap partisipasi sponsor.
Salah satu suara kritis datang dari Diki Syahputra, aktivis muda dan putra asli Kuansing. Ia menilai aturan tersebut dapat menurunkan minat sponsor untuk mendukung penyelenggaraan event budaya yang sudah menjadi identitas Kuansing.
“Kenapa harus dihapuskan penyebutan sponsorship itu? Padahal dengan adanya sponsorship sangat membantu operasional jalur agar bisa ikut serta dalam event Pacu Jalur,” tegas Diki kepada media, Sabtu (26/7/2025).
BACA JUGA: Jalur Pemuda Batak Kuansing (PBK) Ditolak, Panitia Minta Ganti Nama di Event Kuantan Hilir!
Sponsorship Tak Mengurangi Nilai Budaya

Diki menegaskan bahwa penyebutan sponsor tidak serta-merta merusak esensi budaya Pacu Jalur. Menurutnya, selama sponsor tidak membawa muatan politik atau konten yang bertentangan dengan norma masyarakat, keberadaan mereka justru membantu kelestarian budaya.
“Apa salahnya disebutkan saja sponsorship? Menurut saya itu tidak mengurangi nilai budaya, kecuali jika ada unsur lain seperti politik. Selama tidak mengganggu esensi budaya, kenapa harus dilarang?” ujarnya.
Sponsor Bisa Berpikir Ulang
Lebih lanjut, Diki menjelaskan bahwa sponsorship bukan sekadar soal dana, tetapi juga soal hubungan timbal balik.
Sponsor memberikan dukungan finansial atau material, dan sebagai gantinya mereka mendapatkan eksposur serta citra positif.
“Tujuan sponsorship itu baik, untuk meningkatkan citra positif. Kalau dilarang dibacakan atau disebutkan, maka sponsor akan berpikir ulang. Karena mereka tidak lagi mendapat manfaat promosi, sehingga bisa berdampak pada berkurangnya dukungan,” jelasnya.
Pemkab Tak Bisa Sendiri
Diki juga menyoroti keterbatasan anggaran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuansing dalam membiayai semua kebutuhan jalur Pacu Jalur.
Menurutnya, sponsor selama ini memainkan peran vital yang sulit digantikan Pemkab.
“Apakah Pemkab mampu menjadi sponsor bagi semua jalur? Selama ini Pemkab hanya mampu memberikan sekitar satu juta rupiah per jalur saat di Tepian Narosa, sedangkan sponsor bisa hadir di setiap gelanggang,” pungkas Diki Syahputra.
Larangan penyebutan sponsor ini memunculkan diskusi hangat di kalangan masyarakat Kuansing.
Banyak yang menilai kebijakan ini perlu ditinjau ulang, agar tradisi Pacu Jalur tetap lestari tanpa mengorbankan partisipasi pihak-pihak yang selama ini memberi dukungan nyata.***
Respon (1)