KORANINVESTIGASI|Di tengah tantangan sistem kesehatan yang terus berkembang, Pemerintah Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat (Sumbar), mengukuhkan komitmennya untuk mendorong transformasi layanan kesehatan primer melalui Posyandu Integrasi Layanan Primer (ILP).
Langkah strategis ini ditandai dengan Pertemuan Advokasi dan Koordinasi Pokjanal Posyandu yang digelar di Aula Umega, Gunung Medan.
Pertemuan ini melibatkan lebih dari sekadar insan kesehatan—hadir pula perwakilan Bappeda, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas PUPR, camat, wali nagari, hingga ratusan kader Posyandu yang selama ini menjadi ujung tombak pelayanan di tengah masyarakat.
Dari Posyandu Tradisional ke Layanan Menyeluruh

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Dharmasraya, Yosta Devina, menegaskan bahwa peran Posyandu kini telah melampaui batasan klasik sebagai tempat pemantauan tumbuh kembang balita dan ibu hamil.
“Posyandu sekarang harus mampu melayani seluruh siklus hidup manusia. Kita tidak bisa lagi bicara silo. Ketika ada persoalan air bersih, pendidikan, atau rumah tak layak huni, maka Posyandu menjadi simpul untuk melibatkan PUPR, Dinas Pendidikan, dan OPD lainnya,” ujar Yosta.
Langkah ini sejalan dengan kebijakan nasional dalam penguatan layanan primer sebagai garda depan kesehatan masyarakat, yang diperkuat dengan dukungan regulasi seperti Permendagri No. 12 Tahun 2014.
Kader Adalah Fondasi
Dalam diskusi yang berlangsung aktif, Wali Nagari Sitiung mengangkat isu yang telah lama menjadi keluhan di lapangan: rendahnya insentif kader Posyandu.
“Honor kader kita hanya Rp75 ribu sebulan, itupun diterima tiap tiga bulan. Padahal mereka bukan hanya menimbang bayi, tapi memandu perubahan perilaku di masyarakat,” ucapnya.
Saat ini, terdapat 1.315 kader aktif di seluruh Dharmasraya, angka yang menunjukkan besarnya peran relawan dalam menopang sistem layanan dasar. Pemerintah pun membuka ruang untuk perbaikan.
“Kami terbuka pada evaluasi. Tanpa kader, Posyandu tak bisa berdiri. Dan tanpa penguatan, kita hanya bicara sistem tanpa roh,” sambung Yosta.
Kolaborasi sebagai Kunci
Yang membedakan pertemuan ini dari sekadar seremoni koordinasi, adalah semangat lintas sektor yang nyata. Hadirnya multi-stakeholder dalam satu forum adalah upaya memecah sekat birokrasi dan mengedepankan pendekatan holistik terhadap persoalan masyarakat.
“Ini momentum menyatukan integritas dan energi lintas sektor. Posyandu bukan tanggung jawab dinas kesehatan saja. Semua pihak punya peran,” ujar salah satu peserta dari Bappeda.
Kegiatan ini juga dirancang sebagai awal dari penyusunan roadmap penguatan Posyandu ILP di tingkat nagari dan kecamatan, yang akan menjadi acuan transformasi layanan primer ke depan.
Posyandu Sebagai Simpul Peradaban Lokal
Lebih dari sekadar tempat timbang badan dan imunisasi, Posyandu kini diharapkan menjadi ruang edukasi, advokasi, bahkan advokasi sosial. Menyatukan fungsi kesehatan, perlindungan sosial, hingga pemberdayaan ekonomi dalam satu simpul komunitas.
Dengan komitmen kuat dan dukungan lintas sektor, Dharmasraya menaruh harapan besar pada Posyandu ILP sebagai motor penggerak pembangunan manusia dari akar rumput.
“Posyandu yang kuat adalah tanda negara hadir sampai ke ujung kampung,” tutup Yosta Devina.***
Respon (2)