KORANINVESTIGASI|Bagi perempuan Minangkabau, pakaian adat bukan sekadar hiasan tubuh. Salah satu busana tradisional yang sarat filosofi dan nilai luhur adalah baju basiba, warisan budaya yang mencerminkan kehormatan, tanggung jawab, dan jati diri perempuan Minang.
Hal ini disampaikan oleh Linda Zoebir, seorang Bundo Kanduang yang aktif dalam organisasi Persatuan Wanita Kurai dan berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan.
Ditemui usai Rapat Paripurna DPRD di Bukittinggi, Bundo Linda menekankan bahwa setiap elemen baju basiba memiliki arti mendalam.
“Baju basiba itu bukan sembarang baju. Dari tingkuluak di kepala, selendang di bahu, sampai ke sandal, semua ada artinya,” ujar Bundo Linda.
BACA JUGA: Karupuak Kuah, Jajanan Legendaris yang Tak Lekang di Jam Gadang Bukittinggi
Simbol Tanggung Jawab dan Kehormatan
Tingkuluak, kain penutup kepala yang menjadi bagian utama busana ini, melambangkan kedewasaan dan kebijaksanaan perempuan Minang.
Sementara selendang panjang yang dikenakan di bahu, meskipun pemakainya sudah berhijab, tetap diwajibkan karena mengandung pesan penting.
“Kalau sudah berselendang panjang, apalagi bagi yang sudah berkeluarga, itu artinya beban sudah di pundak. Tanggung jawab sebagai istri, ibu, dan perempuan Minang itu besar. Itu diwakili oleh selendang,” terang Bundo Linda.
Baju basiba tidak hanya menunjukkan peran perempuan dalam adat dan keluarga, tapi juga menanamkan kesantunan, kesabaran, dan prinsip hidup.
Jahitan Ketiak: Filosofi Kekuatan dan Batas Diri

BACA JUGA: Saatnya Bangga Produk Lokal! Jawaban Elegan untuk Tarif Impor Trump
Salah satu ciri khas baju basiba adalah jahitan ketiak berbentuk segi empat (petak)—berbeda dari baju kurung biasa yang umumnya melengkung.
“Jahitan petak itu bukan sembarangan. Itu menandakan bahwa perempuan harus kuat menahan diri—menahan amarah, menahan tutur kata, dan bersikap teguh dalam prinsip,” jelasnya.
Bentuk petak atau segi empat menggambarkan keutuhan, stabilitas, dan batas yang jelas antara yang boleh dan tidak. Di tengah pusaran kehidupan dan adat, perempuan Minang diajarkan untuk berdiri teguh tanpa kehilangan nilai dan jati dirinya.
Baju yang Menjaga Martabat
Baju basiba juga dibuat longgar dan menutup tubuh secara sopan, mencerminkan kesopanan dan kehormatan perempuan dalam adat Minangkabau.
“Tidak boleh ketat, karena baju ini bukan untuk menarik perhatian, tapi untuk menjaga martabat,” tegas Bundo Linda.
Pesan untuk Generasi Muda
Sebagai tokoh perempuan Minang yang konsisten memperjuangkan pelestarian budaya dan pendidikan karakter perempuan, Bundo Linda mengajak generasi muda untuk tidak sekadar memakai baju basiba sebagai seragam atau untuk keperluan estetika.
“Jangan hanya memakai baju basiba untuk seragam atau foto-foto. Kita harus tahu artinya. Kalau tidak tahu, kita hanya mewarisi bentuk, tapi kehilangan isinya,” tutupnya.
Tentang Bundo Linda Zoebir

Linda Zoebir adalah tokoh perempuan Minangkabau yang aktif sebagai Bundo Kanduang, pegiat adat, dan pendidik nilai-nilai budaya Minang.
Ia dikenal vokal dalam mendorong peran perempuan dalam pelestarian warisan budaya serta pembangunan masyarakat yang berakar pada nilai luhur.***