KORANINVESTIGASI|Fenomena pencurian sawit atau “ninja sawit” kembali memanas di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat.
Aksi para pelaku yang mencuri Tandan Buah Segar (TBS) dari kebun petani maupun perusahaan kini semakin liar dan nekat.
Sayangnya, lemahnya penegakan hukum dan minimnya respon nyata dari Pemkab Dharmasraya justru membuat keresahan petani makin dalam.
Istilah “ninja sawit” merujuk pada pelaku pencurian sawit yang kerap beraksi secara sembunyi-sembunyi, bahkan terkadang terang-terangan.
Yang bikin geram, mayoritas pelaku hanya dijerat tindak pidana ringan (tipiring) dan langsung bebas dalam hitungan hari. Efek jera? Nol besar.
Tipiring Tak Menyentuh Akar Masalah
Budi (40), seorang petani sawit di Sitiung, mengaku lelah dan kecewa.
“Kami sudah capek lapor polisi. Paling pelaku ditahan sebentar, lalu dilepas. Besoknya nyolong lagi, cuma ganti kebun,” keluhnya.
Hukuman ringan inilah yang membuat pelaku tak gentar. Kejadian berulang-ulang menciptakan lingkaran setan: pelaku tak takut hukum, petani tak dilindungi, dan hasil panen terus melayang ke tangan pencuri.
Bukan Sekadar Kriminal, Tapi Masalah Sosial
Tak bisa dipungkiri, maraknya ninja sawit juga dipicu oleh tingginya angka pengangguran dan minimnya lapangan kerja.
Banyak pelaku adalah warga sekitar yang terjepit kebutuhan ekonomi dan tidak memiliki pilihan hidup yang lebih baik.
Saat ekonomi lesu, sawit menjadi target cepat untuk “survival”. Namun sayangnya, solusi dari Pemkab untuk mengatasi akar masalah ini nyaris tak terdengar.
Pemkab Dharmasraya Dinilai Mandul dan Lambat
Warga mulai menilai bahwa Pemerintah Kabupaten Dharmasraya tak punya langkah konkret dalam menghadapi persoalan serius ini.
Penanganan terkesan sporadis dan reaktif, bukan preventif dan menyeluruh.
Sampai saat ini, belum terlihat adanya program:
- Pelatihan keterampilan kerja bagi pengangguran
- Penyediaan modal UMKM di sektor non-pertanian
- Penguatan koperasi petani sawit
- Perlindungan harga sawit dari fluktuasi pasar
Agusmardi, Sekretaris Nagari Gunung Selasih, Kecamatan Pulau Punjung, dengan tegas menyampaikan keresahan warganya.
“Kami warga sekarang terpaksa berjaga siang malam kalau masa panen datang. Pelaku tak takut hukum, bahkan tak gentar kalau ditangkap warga sendiri,” ujarnya.
Solusi Holistik yang Ditunggu Petani
Masalah ninja sawit bukan sekadar soal hukum. Ini cermin kegagalan sistemik dalam hal pengawasan, kesejahteraan, hingga perlindungan hukum.
Jika tidak diatasi secara menyeluruh, petani bisa benar-benar patah semangat dan kepercayaan publik terhadap pemerintah pun makin runtuh.
Catatan Penting: Jangan Tunggu Ledakan Sosial
Jika Pemkab terus lamban dan aparat hukum tetap lunak, bukan mustahil warga mengambil tindakan sendiri. Itu bisa memicu konflik horizontal dan kericuhan sosial.
Ninja sawit bukan hanya pencuri sawit. Ia adalah simbol kegagalan pengawasan, ketimpangan ekonomi, dan lemahnya keberpihakan pemerintah.
Dan jika pemerintah masih diam, bukan hanya sawit yang dicuri – masa depan daerah pun ikut dirampas.***